KODE ETIK PENELUSURAN GUA
HIMPUNAN KEGIATAN
SPELEOLOGI INDONESIA
FEDERATION OF INDONESIA
SPELEOLOGICAL ACTIVITY
Penelusuran gua dilarang:
Mengambil sesuatu – kecuali mengambil
foto.
Meningkatan sesuatu – keculai
meningkatan jejak kaki.
Membunuh sesuatu – kecuali membunuh
waktu.
Kode
etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society (Amerika
Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode etik ini
diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua penelusuran gua.
Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau memindahkan sesuatu
dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk tujuan ilmiah maka
tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang berwenang.
Mengambil
binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi (taksonomi) misalnya, harus
disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu mungkin sangat terbatas.
Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih dahulu dan hanya diambil
satu atau dua spesimen untuk penelitian. Sebelumnya wajib diketahui, bahwa
tidak ada peneliti lain yang sudah mengambil binatang yang sama, dari gua yang
sama, untuk penelitian pula.
Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati – hati
dan penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola
untuk kunjungan umum, secara masal.
Menelusuri
gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber cahaya untuk
penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan mengusik kehidupan
binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk pikuk. Kelelawar dan
burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh keberadaan penelusur gua.
Binatang yang memegang peran penting untuk menjaga keseimbangan ekologi di atas
permukaan tanaha, potensial pindah tempat bila suatu gua belantara terlampau
sering dikunjungi orang.
Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan maupun
ilmiah, bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton.
Ingat
bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai kode etik dan
moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat vandalis yang sering
mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan dekorasi gua berumur
ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk cindera mata (suvenir).
Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki gua dengan tujuan untuk
mempertontonkan kebolehan, keberanian atau keterampilan si pengajak. Bila suatu
gua dirusak vandalis yang ternyata pernah diajak seorang penelusur gua, maka
sipengajak yang bertanggung jawab.
Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik
maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah
kesanggupan sesama penelusur.
Cukup
sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur memaksakan dirinya
melakukan tindakan – tindakan teknis yang belum dikuasai secara sempurna. Hal
ini dilakukan karena rasa malu terhadap sesama penelusur yang lebih terampil
atau dicemoohkan bila terbukti tidak mampu. Itu sebabnya pemimpin penelusur gua
wajib mengenal keadaan fisik, mental dan derajat ketrampilan masing – masing
penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental dan fisik penelusur gua yang paling
tidak mampu harus dijadikan patokan intensitas penelusuran gua.
1.1
Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan
cara
0
Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang
sedang digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.
0
Tidak melakukan tindakan – tindakan yang membahayakan
penelusur gua lain.
0
Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua
lainnya memasuki gua.
0
Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan
peneliti lain, pada gua yang sama.
Tidak melakukan publikasi
kepertualangan dalam media masa dengan tujuan memamerkan diri atau kelompok dan
menyebut nama serta lokasi gua, karena hal itu senantiasa mengundang para
vandalis dan petualang lainnya yang tidak atau belum memiliki kode etik dan
moral penelusuran gua, untuk mengunjungi gua tersebut.
Secara
internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua
belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi
keindahan, keunikan atau “tantangan “ gua tersebut, maka berita demikian
senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki
ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah tanah.
Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau muzibah yang dialami oleh penelusur
yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum dalam media
massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan, dan pakailah
nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan lengkap yang
diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan para pemberi
rekomendasi serta izin penelusuran gua.
Bila dibutuhkan surat rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu
gua, maka penerima rekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya, yang
diserahkan kepada pihak – pihak tersebut.
No comments: